PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN KOSAKATA
BERBASIS AUDIO-VISUAL UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI
BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA DINI
Masnur Muslich dan Suyono
Abstrak: Penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi tentang (1) kosakata dasar (basic vocabulary) bahasa Indonesia yang dipakai oleh anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari, (2) kondisi pembelajaran kosakata yang diterapkan oleh guru TK, (3) media pembelajaran kosakata yang selama ini digunakan oleh guru TK dalam rangka pencapaian kompetensi berkomunikasi berbahasa Indonesia bagi siswanya, dan (4) penyusunan model media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual sebagai upaya peningkatan kompetensi berbahasa indonesia anak usia dini. Dengan menggunakan desain penelitian kualitatif dan desain pengembangan dengan ujicoba di sepuluh TK sasaran, dihasilkan deskripsi kosakata dasar yang dipakai oleh anak usia dini, kondisi pembelajaran kosakata dasar, media pembelajaran kosakata yang digunakan di TK, dan prototipe media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual dalam rangka peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia anak usia dini. Prototipe media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual hasil penelitian ini selain dapat dimanfaatkan setiap guru pada lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) juga dapat dipakai sebagai dasar pengembangan media pembelajaran lebih lanjut.
Kata kunci: media pembelajaran kosa kata, kompetensi berbahasa anak usia dini.
Ada tiga hal pokok yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian pegembangan ini. Pertama, penelitian Muslich tentang ”Kondisi Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa TK Kota Malang” (tahun 2000) diperoleh temuan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia yang selama ini diterapkan oleh guru-guru TK Kota Malang (alih-alih disebut Pendidikan Anak Usia dini atau PAUD) kurang manarik sehingga tidak bisa membangkitkan motivasi anak untuk belajar secara aktif dan kreatif. Di samping itu, strategi pembelajaran kurang ada variasi sehingga mudah menimbulkan rasa bosan pada diri anak. Akibat lanjutnya adalah anak kurang tertarik pada pembelajaran bahasa Indonesia. Kedua, penelitian Muslich tentang ”Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa TK Kota Malang” (tahun 2002) diperoleh temuan bahwa media pembelajaran yang selama ini digunakan dalam pembelajaan bahasa Indonesia pada siswa TK/PAUD Kota Malang kurang memperhatian ciri-ciri PAKEM. Hal ini dibuktikan dengan pemilihan media yang kurang sesuai dengan perkembangan psikis dan kesenangan anak. Di samping itu, penggunaan media pembelajaran hanya sekedar dipraktikkan di depan kelas tanpa menyesuaikannya dengan kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diamanatkan oleh Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini.
Ketiga, ketika peneliti bertugas selama satu semester (Juli – Desember 2006) di Thailand Selatan, sempat mengamati pelaksanaan pembelajaran bahasa Thai pada anak usia dini yang kondisinya berkebalikan dengan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada usia yang sama di Indonesia. Di Kindergarten atau TK/PAUD di bawah naungan Prince of Songkhla University, Pattani Campus ini, pembelajaran bahasa berlangsung secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Lewat media audio-visual yang ditayangkan di kelas, anak-anak bisa dengan cepat memahami dan mempraktikkan kosakata yang menjadi fokus pembelajaran dalam berkomunikasi. Kondisi pembelajaran bahasa lewat media audio-visual di Thailand Selatan ini apabila dikembangkan di Indonesia tentu akan dapat meningkatkan kompetensi berbahasa anak usia dini.
Pada sisi lain, kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa di setiap satuan pendidikan adalah agar para siswa terampil berbahasa, baik reseptif lisan (menyimak), produktif lisan (berbicara), reseptif tulis (membaca), maupun produktif tulis (menulis). Dalam praktiknya, keterampilan berbahasa memerlukan penguasaan kosakata yang memadai sehingga gagasan yang ingin disampaikan dapat tersalurkan dengan baik. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan kosakata yang memadai akan dapat menentukan kualitas berbahasa seseorang. Untuk mencapai tujuan itu, pembelajaran kosakata harus dilakukan sejak usia dini, yang secara formal dimulai sejak di anak berada di TK/PAUD (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993 dan Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Pada tahap itu, pembelajaran kosakata harus dilakukan secara efektif, yaitu pembelajaran kosakata secara kontekstual, pembelajaran yang sesuai dengan tujuan komunikasi, pembelajaran yang bermakna dalam kehidupan sehari-hari, dan dilaksanakan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (National Institute Leteracy, 2006).
TEORI PEMBELAJARAN KOSAKATA
Pembelajaran kosakata yang bertujuan untuk meningkatakan kompetensi berbahasa siswa dapat dilakukan sebagai berbagai metode, di antaranya melalui belajar melalui cerita, belajar melalui bermain, belajar melalui bernyanyi, dan belajar melalui bercakap-cakap. Pertama, belajar melalui cerita. Cerita mendorong anak untuk belajar mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa, mengidentifikasi kata-kata, dan menarik makna dari konteks. Dialog dalam cerita mendorong anak belajar pragmatika berbahasa tentang bagaimana memulai pembicaraan, memilih sapaan, salam, dan pola pergiliran bicara (Musfiroh, 2003).
Para ahli seperti Dyson, Morrow, Owocki dan Schic-kendaz mengatakan bahwa kegiatan berbicara dan mendengarkan dalam bercerita (sebagaimana bermain dan menggambar) merupakan sarana dan media pengembangan dan penggunaan pengetahuan tentang bahasa tulis dan bahasa lisan (Bredekamp, 1992)
Cerita yang dikemas dalam wujud buku bergambar juga dapat membantu memperbaiki kesalahan identifikasi lambang tertulis (huruf). Pada saat mencocokkan cerita dengan lambang atau tulisan, anak terbantu oleh bentuk kata (baca: lafal kata) yang telah dikuasainya. Huruf e pada tempe dan bebek, misalnya, masing dibaca [bєbє?] dan [tempe]. Setelah menyi-mak pembacaan cerita bergambar oleh guru, anak akan tergelitik untuk mencocokkan lambang tulis dengan pelafalan (Bandingkan dengan Sudono, 2000 dan Hainstock, 2002).
Membicarakan isi cerita dengan anak, menurut kajian para ahli, membentuk scaffolding yang membuat anak memberikan perhatian dan memberikan konteks yang berdaya bagi anak untuk belajar bahasa dan menumbuhkan literasi mereka (Brewer, 1995). Stimulasi perkembangan struktur kalimat melalui cerita tidak akan mencapai efek maksimal jika guru tidak melatih anak untuk bercerita ulang (retelling). Melalui retelling dapat diketahui apakah anak dapat menangkap isi cerita dan dapat mengungkapkan kembali dengan kata dan struktur yang mendekati model (baca: guru).
Dialog dalam cerita dapat menjadi model bagi anak untuk menghasilkan tuturan yang gramatikal. Fitur (ciri) struktur kalimat bahasa Indonesia dapat diidentifikasi anak melalui contoh dialog cerita. Selain itu, anak juga memperoleh keluasan kata sehingga kalimat yang dihasilkan lebih baik (Bandingkan dengan Dawud, 1997 dan Winihasih, 1997).
Kedua, belajar melalui bermain. Bermain, apa pun bentuknya, mendorong minat anak untuk bereksplorasi lebih jauh. Lebih-lebih kegiatan bermain peran. Hasil studi para ahli tentang dramatisasi cerita menunjukkan cerita didramatisasikan anak merupakan media utama untuk mengeksprsikan perkembangan kapasitas keberaksaraan anak atau literacy capacities (Bredekamp, 1992).
Permainan yang disajikan dalam penelitian ini meliputi permainan kartu bergambar, permainan teka-teki, melanjutkan cerita, dan menata kata. Permainan-permainan tersebut dimodifikasi dari permainan-permainan untuk mengembangkan kecerdasan linguistik yang diciptakan Musfiroh (2003). Permainan tersebut disajikan dalam bentuk dan perintah bahasa.
Ketiga, belajar melalui bernyanyi. Menyanyi merupakan salah satu metode “pengenalan” kosakata pada anak yang sangat efektif. Menyanyi menjadikan kata-kata lebih bermakna bahkan hingga anak-anak itu beranjak remaja. Oleh karena itu, guru perlu mengenal berbagai lagu. Jika perlu, guru dapat mengarang sendiri nyanyian sebagai pengembang kompetensi kosakata termasuk pelafalan dari kata-kata tersebut (Cox, 1999).
Kehadiran ritmik, pengulangan, dan pola rima di dalam nyanyian merupakan bentuk “pengajaran” bahasa tertua yang berisi budaya untuk konsumsi anak. “Pengajaran” melalui lagu mudah dicerna dan diingat, terutama karena “pelajaran” itu dapat dilakukan berulang-ulang baik melalui radio, televisi, maupun pengulangan sendiri oleh anak dan orang-orang di sekitarnya (Steinberg, 2001).
Pembelajaran melalui nyanyian sangat menyenangkan dan membuat anak senang mengulang-ulangnya. Anak-anak, secara bawah sadar, telah menyerap informasi yang terkandung dalam nyanyian sehingga memudahkan mereka mengingat kata-kata tertentu, seperti, nyanyian yang berisi angka (satu, dua, tiga, dan sebagainya).
Keempat, belajar melalui bercakap-cakap. Bercakap-cakap merupakan metode pembelajaran bahasa yang sangat efektif untuk mengembangkan kecakapan berbicara (termasuk kecakapan pragmatik) sekaligus dapat dipergunakan untuk mengukur seberapa tingkat penguasaan anak terhadap bahasa target. Sayangnya, apabila tidak dilakukan secara hati-hati, metode ini akan membuat anak diam seribu bahasa.
Selain itu, metode bercakap-cakap dapat dimanfaatkan anak sebagai model berbicara. Misalnya, penelitian Musfiroh (2003) mengenai tuturan bilingual anak TK di DIY menunjukkan bahwa anak-anak mengalami kesulitan membedakan fitur bahasa Jawa dan Indonesia karena guru mereka memberi pajanan bahasa yang tidak konsisten.
Sebenarnya, metode bercakap-cakap sangat efektif untuk membiasakan anak bersikap sopan, seperti dalam mengucapkan salam, mengajukan permohonan, meminta tolong, dan mengucapkan terima kasih. Oleh karena itu, pembiasaan berbicara dalam bahasa Indonesia sangat penting untuk diterapkan. Hanya saja, kritik dan pembetulan tidak disarankan untuk diberikan (Cox, 1999).
Berdasarkan temuan penelitian Muslich yang ditunjang oleh hasil pengamatan pembelajaran bahasa di Kingergarten Thailand Selatan tersebut dan pentingnya penguasaan kosakata dalam keterampilan berbahasa, penelitian ini memfokuskan pada pengembangan media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual yang secara potensial diharapkan dapat meningkatkan kompetensi berbahasa Indonesia anak usia dini. Adapun masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: (a) Apa saja jenis kosakata dasar (basic vocabulary) bahasa Indonesia yang dipakai oleh anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari? (b) Bagaimana kondisi pembelajaran kosakata yang diterapkan oleh guru PAUD? (c) Bagaimana kesiapan daya dukung media atau alat pembelajaran kosakata apa yang selama ini digunakan oleh guru PAUD dalam rangka pencapaian kompetensi berkomunikasi berbahasa Indonesia bagi anak usia dini? (d) Bagaimana prototipe model media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual sebagai upaya peningkatan kompetensi berbahasa indonesia anak usia dini?
METODE PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan (1), (2), dan (3), digunakan desain penelitian kualitatif, dengan pertimbangan bahwa (a) penelitian ini memiliki data langsung yang bersifat alami, yaitu kata-kata yang selama ini dipakai oleh anak usia dini dalam kegiatan sehari-hari, pembelajaran kosakata yang selama ini diterapkan guru, dan media pembelajaran yang dipakai/digunakan guru, (b) instrumen pokok penelitian ini adalah peneliti sendiri, (c) data penelitian ini bersifat deskriptif, (d) lebih mengutamakan proses daripada hasil, (e) analisis data dilakukan secara induktif, dan (f) makna (meaning) merupakan perhatian utama. Penelitian yang memiliki ciri semacam itu oleh Bogdan dan Biklen (1982) dinamakan penelitian kualitatif.
Sasaran representatif subjek penelitian ditentukan berdasar stratifikasi area. Karena Kota Malang terdiri atas lima kecamatan, yaitu kecamatan Klojen, Lowokwaru, Kedungkandang, Blimbing, dan Sukun, masing-masingnya diambil dua sekolah secara purposif. Dengan demikian, ada sepuluh TK yang siswa dan gurunya menjadi sampel penelitian ini.
Data penelitan ini ada tiga jenis, yaitu berupa (1) kata-kata dasar (basic vocabulary) bahasa Indonesia yang biasa siswa dalam komunikasi sehari-hari, (2) kinerja guru dalam pembelajaran kosakata, dan (3) media pembelajaran yang dipakai/digunakan guru dalam pembelajaran kosakata, Data dikumpulkan dengan cara (1) pengamatan langsung ke subjek penelitian (baik siswa maupun guru TK), (2) penyebarkan angket ke setiap subjek penelitian, dan (3) pendokumentasian. Cara pertama dilakukan dalam rangka ingin memperoleh deskripsi tentang kosakata dasar (basic vocabulary) yang dipakai oleh anak usia dini dalam berkomunikasi sehari-hari dan kinerja guru TK dalam pembelajaran kosaka. Cara kedua dilakukan dalam rangka ingin memperoleh deskripsi tentang pendapat dan wawasam guru TK terkait dengan pembelajaran kosakata, khusunya tentang pemakaian media pembelajarannya. Cara ketiga dilakukan dalam rangka ingin memperoleh deskripsi tentang persiapan guru tentang pembelajaran kosakata dan media pembelajaran yang digunakan/ dikembangkannya. Data yang diperoleh dari ketiga cara tersebut disajikan dalam tabel pengumpul data yang sudah disiapkan.
Untuk mencapai tujuan (4), yaitu memperoleh prototipe model media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual sebagai upaya peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia anak usia dini digunakan desain penelitian pengembangan dengan tahapan dan prosedur kerja sebagai berikut. Pertama, pengkajian teori terkait dengan (a) pembelajaran bahasa, (b) pembelajaran dan pemerolehan kosakata, (c) perkembangan anak, (d) model-model permainan anak, dan (e) pembuatan media pembelajaran. Kedua, telaah kurikulum pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pemetaan kosakata dasar bahasa Indonesia yang biasa dipakai oleh anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari. Hasil telaah kedua kegiatan ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan kosakata apa perlu dikembangkan dalam pengembangan model media pembelajaran. Ketiga, pengembangan prototipe model media pembelajaran. Ada tiga kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, yaitu pembuatan CD (baik pembuatan animasi, perekaman adegan, maupun pembuatan gambar), penyusunan buku siswa, dan penyusunan panduan guru. Apabila prosedur kerja tersebut divisualisasikan dalam bentuk bagan, terlihat pada bagan alir berikut.
Bagan Alir Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Kosakata Dasar (Basic Vocabulary) Bahasa Indonesia yang Dipakai oleh Anak Usia Dini
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di sekolah-sekolah TK sasaran diketahui bahwa kosakata dasar bahasa Indonesia yang dipakai oleh anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari dapat diklasifikasikan sebagaimana tabel berikut.
Tabel 1: Klasifikasi Kosakata Dasar Bahasa Indonesia yang Dipakai oleh Anak Usia Dini dalam Kehidupan Sehari-hari
No. Klasifikasi Kata yang Ditemukan
1. Kekerabatan ibu, ayah, anak, adik, saudara, kakak, kakek, nenek, paman (om), bibi (tante), papa, mama
2. Kata ganti aku (saya), kamu, dia, mbak, mas, ini, itu, (di) sini, (di) sana, (di) situ, (di) depan, (di) belakang, di (samping), (di) atas, (di) bawah, (di) luar, (di) dalam, di (kanan).
3. Kata Kerja berdiri, duduk, makan, minum, tidur, bangun, berlari, melihat, mendengar, mencium, membaca, menulis, menyanyi, bergurau, bercerita, belajar, bekerja, memotong, pipis (buang air kecil), mendorong, berjalan, menghadap, bermain, berperang, menembak, shalat, ngomong.
4. Kata Keadaan lapar, kenyang, haus, senang, susah, sakit, sehat, bersih, kotor, jauh, dekat, besar, kecil, panjang, pendek, tinggi, rendah, jauh, dekat, siang, malam, gelap, terang, kering.
5. Kata Benda air, api, bulan, bintang, matahari, hewan, tumbuhan, rumah, sekolah, kursi, meja, bangku, gelas, dot (botol susu), mobil-mobilan, buku, penghapus, tas, pensil, rautan pensil, meja, majalah, papan tulis, telur, susu, mie, sayur, susu, gelas.
6. Rasa pahit, manis, asin, pedas,
7. Anggota Tubuh kepala, tangan, kaki, mata, hidung, telinga, mulut, rambut, kumis.
8. Pakaian baju, celana, topi, kerudung, sarung, sandal, sepatu, kaos kaki, dasi, kalung, gelang, cincin, mukena, sajadah
9. Bagian Rumah tembok, pintu, jendela, pagar, kamar, dapur,
10. Warna biru, hijau, kuning, jingga (orange), merah, pink (merah muda), ungu, hitam, cokelat, putih.
11. Bentuk kotak, bulat, garis, segitiga
12. Waktu Siang, pagi, sore, malam, kemarin, besok
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa ada beragam jenis klasifikasi kosakata dasar yang dipakai anak PAUD. Klasifikasi-klasifikasi tersebut antara lain kata kekerabatan, kata ganti, kata kerja, kata keadaan, kata benda, rasa, anggota tubuh, pakaian, bagian rumah, warna, bentuk, dan waktu. Hal ini mengindikaskan bahwa materi pembelajaan kosakata harus bersumber pada kata-kata seputar klasifikasi tersebut. Dengan cara demikian, selain sesuai dengan perkembangan anak, juga akan sesuai dengan kebutuhan anak.
b. Kondisi Pembelajaran Kosakata yang Diterapkan oleh Guru PAUD
Kondisi pembelajaran kosakata yang diterapkan oleh guru PAUD ini dibahas dalam dua hal, yaitu (1) kinerja guru PAUD dalam pembelajaran kosakata dan (2) wawasan dan pendapat guru PAUD dalam pembelajaran kosakata. Penjabaran kedua hal tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kinerja Guru PAUD dalam Pembelajaran Kosakata
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di sekolah-sekolah TK sasaran diketahui bahwa kondisi pembelajaran kosakata yang diterapkan oleh guru TK dapat dijelaskan sebagaimana berikut. Kondisi kinerja guru PAUD dalam pembelajaran kosakata dapat diketahui dari dua tahap, yaitu persiapan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Persiapan pembelajaran meliputi kinerja guru membuat RPP, kesiapan alat peraga pembelajaran, dan ketersediaan media pembelejaran. Sedangkan pelaksanaan pembelajaran di kelas dapat meliputi apersepsi, keterlibatan siswa, metode/teknik pembelajaran, penerapan alat/media pembelajaran, ketercapaian pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Kedua tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tahap persiapan pembelajaran. Persiapan yang dilakukan guru PAUD dalam pembelajaran kosakata meliputi membuat RPP, mempersiapkan alat peraga pembelajaran, dan menyediakan media pembelajaran.
Membuat RPP. RPP dikenal dengan SKH (Satuan Kegiatan Harian). SKH berisi serangkaian kegiatan pembelajaran dari awal hingga akhir yang disertai dengan identitas kompetensi yang akan dicapai, tahapan pembelajaran, metode, media pembelajaran, dan penilaian. SKH tersusun secara teratur dan terencana. SKH disusun dengan tujuan agar pembelajaran dapat terarah dan berhasil sesuai dengan tujuan. SKH disusun setiap kali pertemuan.
Kesiapan Alat Peraga Pembelajaran. Alat peraga pembelajaran dipersiapkan untuk mendukung pembelajaran. Alat peraga pembelajaran yang dipersiapkan disesuaikan dengan kompetensi/materi yang akan diajarkan. Misalnya, untuk tema kesehatan, dipilih alat peraga berupa gambar menu makanan empat sehat dan lima sempurna.
Ketersediaan Media Pembelajaran. Lebih lanjut, juga terdapat kesesuaian antara media pembelajaran dengan kompetensi/materi yang diajarkan. Media pembelajaran yang disediakan disesuaikan dengan kompetensi/materi yang diajarkan.
Kedua, tahap pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan meliputi apersepsi, keterlibatan siswa, metode/teknik pembelajaran, penerapan alat/media pembelajaran, ketercapaian pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Apersepsi. Secara umum, kegiatan apersepsi meliputi salam, berdoa, bernyanyi, menanyakan kehadiran siswa, dan tanya jawab dengan tujuan untuk mengaitkan kompetensi yang akan dicapai dengan kehidupan sehari-hari siswa. Apersepsi yang berupa salam secara tidak langsung telah mengajarkan kosakata dalam klasifikasi waktu. Misalnya, dengan salam “Selamat Pagi” anak telah dikenalkan waktu pagi. Bernyanyi bertujuan untuk membangkitkan semangat siswa. Hal ini didasari oleh suatu alasan bahwa bernyanyi merupakan salah satu hal yang dapat membuat anak senang dan tertarik dengan belajar. Selain itu, dengan bernyanyi anak secara tidak langsung telah mengenal kosakata yang tersusun dalam nyanyian tersebut. Menanyakan kehadiran siswa bertujuan untuk menumbuhkan rasa toleransi antarsiswa. Lebih lanjut, apersepsi juga dilakukan melalui tanya jawab. Tujuan tanya jawab ini adalah untuk mengaitkan antara kompetensi yang akan dicapai dengan kehidupan sehari-hari siswa. Selain itu, bertujuan untuk menggali pengathuan anak.
Keterlibatan Siswa. Pembelajaran membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Wujud keaktifan tersebut meliputi siswa memiliki rasa keingintahuan yang tinggi sehingga muncul beragam pertanyaan dari siswa, menirukan model yang dicontohkan guru, dan senang mengerjakan perintah guru. Untuk memicu dan menghilangkan kejenuhan, guru menyelinginya dengan nyanyian yang diiringi dengan tepukan.
Metode/Teknik Pembelajaran. Metode/teknik pembelajaran yang digunakan guru meliputi ceramah, tanya jawab, demonstrasi, pemodelan, belajar kelompok, penugasan, dan anekdot. Pada dasarnya, metode ceramah tetap dilakukan guru. Hal ini disebabkan anak PAUD merupakan usia yang butuh perhatian. Ketelatenan guru PAUD merupakan hal penting yang bertujuan untuk mengarahkan dan menertibkan siswa. Seringkali, anak usia PAUD masih belum bisa terfokus pada pembelajaran. Anak tersebut masih memerlukan pengaturan dan pengarahan. Untuk itu, metode ceramah senantiasa ada dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru juga sering memicu komunikasi siswa dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Hal ini bertujuan untuk menggali pengetahuan siswa berkaitan dengan kompetensi yang akan dicapai. Model dalam pembelajaran sangat penting. Dengan adanya model, diharapkan siswa dapat melakukan apa yang diperintahkan guru. Selain itu, dengan ditunjukkan adanya model secara langsung diharapkan kompetensi siswa tergali karena anak PAUD belum dapat berpikir secara abstrak. Ia akan mengetahui benar jika hal tersebut dialaminya. Guru juga mendemonstrasikan suatu media pembelajaran. Misalnya, guru menunjukkan adanya gambar rumah beserta bagian-bagiannya. Hal ini diharapkan akan ada respons bagi anak dengan menyebutkan bagian-bagian tersebut.
Penerapan Alat/Media Pembelajaran. Alat/media pembelajaran diterapkan dengan tujuan untuk mendukung proses pembelajaran. Secara umum, penerapan media pembelajaran mencapai tujuan pembelajaran.
Ketercapaian Pembelajaran. Teknik/metode dan alat peraga ditujukan untuk mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara umum, pembelajaran mencapai tujuan yang diharapkan. ...
Evaluasi Pembelajaran. Di akhir pembelajaran, guru mengadakan evaluasi. Wujud evaluasi itu antara lain menanyakan kembali kegiatan yang telah dilakukan, memberikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, memberikan tugas rumah kepada siswa, dan menutup pembelajaran dengan bernyanyi, doa, dan salam.
2) Wawasan dan Pendapat Guru PAUD dalam Pembelajaran Kosakata
Data tentang wawasan dan pendapat guru PAUD dalam pembelajaran kosakata diperoleh melalui teknik wawancara dengan memberikan instrumen pemandu berupa angket. Angket tersebut berisi sejumlah pertanyaan yang dirancang khusus untuk mengetahui wawasan dan pendapat guru PAUD dalam pembelajaran kosakata. Peneliti memberikan pengarahan dalam pengisian angket yang dilakukan oleh guru. Hal ini bertujuan agar jawaban-jawaban yang diberikan guru sesuai dengan kepentingan penelitian.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di sekolah-sekolah TK sasaran diketahui bahwa wawasan dan pendapat guru PAUD dalam pembelajaran kosakata yang diterapkan oleh guru TK dapat dijelaskan sebagai berikut. Semua guru PAUD di TK sasaran berpendapat bahwa pembelajaran kosakata sangat penting. Hal ini disebabkan karena perbendaharaan kata bagi anak diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari dengan teman dan keluarganya serta untuk menyatakan/mengungkapkan perasaan dan gagasannya kepada orang lain. Semakin banyak anak mengenal kosakata, maka memudahkan anak untuk berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan dan gagasannya kepada orang lain. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi. Kosakata merupakan konsep awal berbahasa yang sederhana. Kosakata adalah modal dasar berbahasa.
Guru PAUD mengajarkan kosakata pada anak. Guru-guru mengajarkan kosakata bukan semata-mata karena tuntutan kurikulum. Tetapi, pengajarannya lebih didorong oleh alasan bahwa kosakata merupakan konsep awal pembelajaran berbahasa yang sederhana. Pengajaran kosakata disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Selain itu, alasan yang mendorong pembelajaran kosakata bahasa Indonesia pada PAUD adalah untuk mengenalkan kosakata bahasa Indonesia yang benar kepada anak karena mengingat bahwa bahasa ibu bagi sebagian besar siswa adalah bahasa Jawa. Kesadaran pembelajaran kosakata pada anak juga didasari tujuan untuk menambah wawasan dan perbendaharaan kosakata pada anak.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, sebelum mengajarkan kosakata, guru PAUD melalukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan-persiapan tersebut antara lain menyusun SKH (Satuan Kegiatan Harian), membuat media peraga tentang kosakata yang diajarkan, melakukan tanya jawab dengan siswa berkaitan dengan kosakata yang akan diajarkan. Adapun alat peraga yang dipersiapkan disesuaikan dengan dengan SKH. Misalnya, pada tema kesehatan, maka dipersiapkan media gambar berupa gambar empat sehat lima sempurna. Atau menyediakan alat peraga berupa mobil-mobilan untuk mengajarkan alat-alat transportasi. Selain alat peraga yang berupa gambar, juga dipersiapkan tulisan yang berfungsi sebagai media tanya jawab dengan anak.
Secara umum, jenis kosakata yang diajarkan guru PAUD disesuaikan dengan kosakata yang berhubungan dengan anak. Misalnya, urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan anak merupakan urutan kosakata yang diajarkan. Dalam hal ini, urutan kegiatan pembelajaran menentukan jenis kosakata yang diajarkan. Adapun urutan kegiatan tersebut antara lain salam—do’a—bernyanyi—bercerita—bekerja—bermain—makan—minum—pulang. Urutan kegiatan tersebut secara tidak langsung telah membelajarkan kosakata bagi siswa. Contoh yang mudah adalah dengan bekerja atau memberi tugas kepada siswa. Terlebih dahulu, guru mengenalkan sebuah gambar rumah beserta bagian-bagiannya dan sekeliling rumah. Anak disuruh untuk menyebutkan bagian-bagian rumah tersebut dan unsur warna yang membangun bagian-bagian rumah tersebut. Lebih lanjut, anak diberi gambar rumah (tanpa diberi warna) seperti yang dimodelkan guru. Anak mewarnai gambar tersebut. Dengan mewarnai, anak akan belajar kosakata. Misalnya, adanya gambar pohon, anak akan memberikan warna hijau sesuai dengan yang dilihatnya dalam kehidpan sehari-hari. Hal ini tentnunya menimbulkan tanya jawab antara siswa dan siswa, dan siswa dan guru. Adanya tanya jawab antara siswa dengan guru yang dilakukan sebelumnya telah membangun adanya pengetahuan anak tentang rumah dan bagian-bagian yang sesuai dengan gambar tersebut. Pembelajaran kosakata juga dimulai dari pembelajaran kosakata yang sederhana. Kosakata yang berhubungan dengan diri dengan diri sendiri, misalnya aku-saya-kamu, dan seterusnya juga merupakan cara urutan yang dipilih guru. Untuk memudahkan lagi, guru PAUD juga memilih kosakata yang berupa kata benda yang ada di sekitar anak. Alasannya adalah agar anak mengenali benda-benda yang ada di sekitarnya dengan mudah.
Guru PAUD menerapkan teknik/cara tertentu dalam pembelajaran kosakata agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Agar tidak membosankan, guru PAUD menerapkan beragam teknik pembelajaran. Teknik-teknik tersebut antara lain tanya jawab, bercakap-cakap, bercerita, pemberian tugas, eksperimen, praktik langsung, demonstrasi, dramatisasi, dan karya wisata. Misalnya, pada pembelajaran bercerita. Jika ada kosakata yang belum dimengerti anak, maka guru menjelaskan arti kosakata tersebut. Guru menekankan pembelajaran kosakata, guru mengucapkan kosakata yang jelas dengan cara memperjelas artikulasi bunyi tersebut.
Tentunya, dengan beragam teknik tersebut, ada beberapa teknik/cara yang berhasil dalam pembelajaran kosakata pada anak. Misalnya, teknik pemberian tugas. Pemberian tugas antara lain dengan cara anak diberi tugas untuk mencontoh huruf dengan cara menghubungkan titik. Dalam hal ini, guru menggunakan sumber belajar berupa buku kerja siswa. Di dalam buku tersebut, terdapat titik-titik yang membentuk suatu huruf tertentu dan anak disuruh untuk menghubungkan titik-titik tersebut. Misalnya, diberikan titik-titik yang membentuk huruf “A”. Pada lembar tersebut, terdapat kosakata tertentu yang dibangun oleh huruf “A”, misalnya “apel” beserta gambar buah tersebut. Sedangkan titik-titik yang membangun huruf “A” tersebut berjumlah banyak sehingga akan ada huruf “A” yang banyak pula. Hal ini bertujuan agar anak terampil menulis huruf “A”. Selain itu, adanya media yang berupa gambar (dalam hal ini adalah gambar apel), akan memudahkan anak untuk belajar mengenal kosakata yang dibangun oleh huruf awal “A”. Hal ini diharapkan anak agar dapat mengenali kosakata lain yang dibangun oleh huruf awal “A”, misalnya anak, adik, alpukat, dan seterusnya. Teknik percakapan (tanya jawab) dan pendemonstrasian berupa pengenalan geometri/bentuk benda di kelas juga merupakan teknik yang berhasil dalam pembelajaran kosakata. Tanya jawab dapat merespon anak berbicara dengan baik. Selain itu, dikenal adanya teknik bercerita yang juga dianggap berhasil dalam pembelajaran kosakata. Hal ini dapat diketahui dari jika ketika anak ditanya tentang cerita yang telah diperdengarkan guru, anak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan cepat. Dari beberapa teknik tersebut, tentunya tidak terlepas dari alat peraga pembelajaran. Dengan adanya alat peraga pembelajaran, anak dapat mengenali kosakata-kosakata baru dengan lebih cepat dan baik.
Secara keseluruhan, guru PAUD menggunakan alat peraga/media dalam pembelajaran kosakata. Adapun jenis media tersebut antara lain berbagai macam media gambar, benda tiruan, bentuk-bentuk bangun (geometri), boneka tangan, kartu kata, komputer, dan kartu huruf. Tetapi, secara umum, jenis media yang selalu dipersiapkan guru adalah media gambar.
Lebih lanjut, guru PAUD memberikan tanggapan dan harapan terkait dengan pembelajaran kosakata pada anak usia dini. Tanggapan tersebut antara lain dengan pembelajaran kosakata yang baik, maka pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh anak. Pembelajaran kosakata pada PAUD memudahkan anak berkomunikasi dalam lingkungan sehari-hari. Kosakata hendaknya diajarkan sejak dini pada anak untuk memudahkan anak berkomunikasi di lingkungannya. Pembelajaran kosakata hendaknya diajarkan dengan baik dan benar karena pembelajaran di TK merupakan pondasi pada pembelajaran-pembelajaran di jenjang selanjutnya. Sebaiknya, pembelajaran kosakata dilakukan dengan pengucapan yang benar dan perlu adanya pengulangan terhadap kosakata-kosakata yang diajarkan tersebut. Pembelajaran kosakata sangat penting. Hal ini disebabkan dengan pembelajaran kosakata diharapkan anak semakin banyak mengenal kosakata yang sangat mendukung komunikasi. Kesimpulan umum tanggapan dan harapan tersebut adalah bahwa pembelajaran kosakata sangat penting dilakukan.
c. Daya Dukung Media dan Alat Pembelajaran Kosakata yang selama ini Digunakan oleh Guru TK
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di sekolah-sekolah TK sasaran, diketahui bahwa daya dukung media dan alat pembelajaran kosakata yang selama ini digunakan oleh guru TK dapat disajikan sebagaimana berikut.
Tabel 2: Daya Dukung Media dan Alat Pembelajaran Kosakata
No. Jenis Daya Dukung Penjelasan
1. Berbagai jenis gambar diam
Berbagai gambar diam tersebut misalnya:
- Alat transportasi
- Pohon dan bagian-bagiannya
- Berbagai macam pekerjaan
- Pengenalan nama-nama bulan dalam tahun
- Empat sehat lima sempurna
- Guru dan siswa
- Proses pencucian pakaian hingga penyimpanan di almari
2. Komputer Pembelajaran interaktif
3. Boneka tangan Sarana untuk bercerita
4. Puzzle
5. Benda-benda geometri Jenis bentuk-bentuk benda, misalnya kotak, bulat, limas, kerucut, dan sebagainya.
6. Majalah Majalah berisi
7. Tiruan benda-benda konkret - Sekelompok alat transportasi (darat, udara, dan laut)
- Seperangkat alat peralatan dapur
- Berbagai jenis hewan
- Sistem penyusun alam sekitar
- Anggota keluarga
8. Kartu kata Pengenalan kata
9. Kartu huruf
10. Buku kerja siswa Buku kerja siswa meliputi buku
11. Kartu gambar, huruf, dan kosakata Serangkaian gambar, huruf, dan kosakata
d. Prototipe Model Media Pembelajaran Kosakata Berbasis Audio Visual Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Berbahasa Indonesia Anak Usia Dini
Berdasarkan hasil pengkajian teori pembelajaran bahasa, teori pembelajaran dan pemerolehan kosakata, teori perkembangan anak, model-model permainan anak, teori pembuatan media pembelajaran, dan hasil survei lapangan dilakukan pengembangan prototipe model media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual sebagai upaya peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia anak usia dini.
Ada tiga kegiatan yang dilakukan pada pengembangan prototipe model ini, yaitu pembuatan CD (baik pembuatan animasi, perekaman adegan, maupun pembuatan gambar), penyusunan buku siswa, dan penyusunan panduan guru. Hasil ketiga kegiatan tersebut terlihat sebagai berikut.
1) Pengembangan CD Audio-Visual
Pada pengembangan CD Audio-Visual diawali dengan penyusunan “script” (naskah) yang siap ditransfer dalam bentuk audio-visual. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan “script” prototipe model audi-visual ini adalah (a) penentuan topik didasarkan pada klasifikasi kosakata dasar yang ditemukan dalam pemakaian anak dalam kehidupan sehari-hari, (b) pemakaian kosakata dasar dikemas dalam konteks komunikasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, (c) skenario pembelajaran diawali dan diakhiri dengan “Lagu Wajib” yang dapat mendorong kecintaan terhadap bahasa Indonesia, (d) sebagai apersepsi, diperdengarkan lagu, cerita, konteks, atau peristiwa yang terkait dengan topik yang akan dipelajari siswa, (e) penjelasan narator yan terkait dengan konteks atau materi pelajaran dikemas secara interaktif sehingga siswa merasa terlibat langsung dalam pembelajaran, dan (f) pertanyaan, perintah, atau tugas yang disampaikan narator mengacu pada setiap kompetensi yang ingin dicapai pada pembelajaran, dengan tetap memperhatikan konsep Pakem.
2) Penyusunan Buku Siswa
Sebagai kelengkapan pembelajaran audio-visual, buku siswa diharapkan dapat mendukung kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, buku siswa ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mempercepat ketercapaian kompetensi pembelajaran, dengan tetap memperhatikan perkembangan anak usia dini.
Hal-hal yang diperhatikan dalam penyusunan buku siswa adalah (a) jenis kegiatan yang terdapat dalam buku siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak usia dini, (b) format buku siswa disusun dengan pendekatan belajar sambil bermain. Misalnya, dengan memasangkan gambar dan kata yang sesuai, mengisi huruf yang rumpang, meniru tulisan yang tersedia, menyambung titik tulisan atau gambar, dan (c) fokus kegiatan yang terdapat pada buku siswa disesuaikan dengan topik yang terdapat dalam CD audio-visual.
3) Penyusunan Buku Panduan Guru/Orangtua
Buku panduan guru ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan tuntunan guru/orangtua dalam pembelajaran kosakata berbasis audio-visual. Oleh karena itu, sebelum media audio-visual disajikan kepada siswa atau anak, guru atau orangtua hendaknya memahami isi pandun ini.
Hal-hal yang diperhatikan dalam penyusunan panduan guru adalah (a) buku panduan berisi penjelasan tentang kompetensi pembelajaran yang ingin dicapai siswa/anak, (b) buku panduan berisi penjelasan materi pembelajaran yang mendukung kompetensi pembelajaran, (c) buku panduan berisi penjelasan tentang evaluasi pembelajaran yang dapat mengukur ketercapa kompetensi pembelajaran, dan (d) buku panduan berisi langkah-langkah yang dilakukan guru/orangtua pada setiap satuan pembelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
1. Jenis kosakata dasar yang dipakai anak PAUD adalah kata-kata kekerabatan, kata ganti, kata kerja, kata keadaan, kata benda, rasa, anggota tubuh, pakaian, bagian rumah, warna, bentuk, dan waktu.
2. Kondisi pembelajaran kosakata yang diterapkan oleh guru PAUD dapat dilihat dari kinerja dan wawasan guru PAUD dalam pembelajaran kosakata. Kondisi kinerja guru PAUD dalam pembelajaran kosakata dapat diketahui dari persiapan (yang meliputi pembuatan RPP, kesiapan alat peraga pembelajaran, dan ketersediaan media pembelejaran) dan pelaksanaan pembelajaran di kelas (yang meliputi apersepsi, keterlibatan siswa, metode/teknik pembelajaran, penerapan alat/media pembelajaran, ketercapaian pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran).
3. Terkait dengan wawasan dan pendapat guru PAUD dalam pembelajaran kosakata, semua guru berpendapat bahwa pembelajaran kosakata sangat penting karena perbendaharaan kata bagi anak diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari dengan teman dan keluarganya serta untuk menyatakan/mengungkapkan perasaan dan gagasannya kepada orang lain. Semakin banyak anak mengenal kosakata, semakin memudahkan anak untuk berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan dan gagasannya kepada orang lain.
4. Media dan alat pembelajaran kosakata yang selama ini digunakan oleh guru PAUD berupa berbagai jenis gambar diam, komputer, boneka tangan, puzzle, benda-benda geometri, majalah, tiruan benda-benda konkret, kartu kata, kartu huruf, buku kerja siswa, kartu gambar berhuruf-kosakata. Dalam praktiknya, berbagi media tersebut dilaksanakan secara variatif.
5. Prototipe model media pembelajaran kosakata berbasis audio-visual yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa seperangkat CD yang berupa adegan yang berfokus pada pemakaian kosakata tertentu (sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai), buku siswa, dan panduan guru/orangtua.
b. Saran
1. Temuan klasisifikasi kosakata dasar yang dipakai oleh anak usia dini ini mengindikaskan bahwa materi pembelajaran kosakata dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada PAUD harus bersumber pada kata-kata seputar klasifikasi tersebut. Dengan cara demikian, selain sesuai dengan perkembangan anak, juga akan sesuai dengan kebutuhan anak.
2. Prototipe model pembelajaran kosakata berbasis audio-visual yang dihasilkan dalam penelitian ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Hal ini mengingat bahwa masih banyak klasisifikasi kosakata dasar yang belum dikembangkan model pembelajarannya dalam penelitian ini.
3. Sekiranya guru-guru PAUD bermaksud mengembangkan media pembelajaran kosakata berbasis audio-vsual, prototipe ini dapat dipakai sebagai bahan rujukan, setidak-tidaknya sebagai bahan perbandingan.
PUSTAKA RUJUKAN
Bredekamp, Sue. 1992. Developmentally Appropriate Practice in Early Child-hood Programs Serving Children From Birth Through Age 8. Washington: National Association for the Education of Young Children.
Brewer, Jo Ann. 1995. Introduction to Early Childhood Education : Preschool trough Primary Grades. Boston : Allyn and Bacon.
Cox, Carole. 1999. Teaching Language Arts : A Stident- and Response- Cen-tered Classroom. Boston : Allyn and Bacon.
Dawud. 1997. “Pola Asosiasi Kata dalam Pemerolehan Kalimat.” Jurnal Pen-didikan Universitas Negeri Malang, Tahun 6, omor 2, November 1997.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kurikulum TK. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Din: Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Hainstock, Elizabeth G. 2002. Montessori untuk Sekolah Dasar. Edisi Revisi. (llih Bahasa: Hermes). Jakarta: PT Pustaka Delapratasa
Krashen, Stephen D. 2002. Second Language Acquisition and Second Langu-age Learning. California : Pergamon Press
Lambert, Wallace E. 1972. Language, Psychology, and Culture. California: Stanford University Press.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2003. Bercerita untuk Anak Usia Dini : Panduan bagi Guru Taman Kanak-kanak. Jakarta : P2TKKPT Ditjen Dikti
Muslich, Masnur. 2000. ”Kondisi Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa TK Kota Malang”. Laporan Penelitian. Publikasi terbatas.
________. 2002. ”Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa TK Kota Malang”. Laporan Penelitian. Publikasi Terbatas.
National Institute Leteracy. 2006. Vocabulary Instruction. Dwondload internet, 02 Februari 2007.
Steinberg, Danny D. et al. 2001. Psycholinguistics: Language, Mind and World. London : Longman
Sudono, Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo.
Winihasih. 1997. “Alternatif Model Pembelajaran Kosakata di Sekolah Dasar.” Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Malang, Tahun 6, omor 2, November 1997.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar